Selasa, 24 September 2019

Gerakan mahasiswa tertidur? Mengapa dan Sampai Kapan?

sumber: http://suciwuland.blogspot.com

Mahasiswa adalah agent of change, social control dan iron stock. Itulah kata-kata yang sering kali diucapkan “kakak-kakak” di kampus kepada mahasiswa baru pada saat masa orientasi atau yang biasa kita kenal dengan istilah ospek.  Ungkapan tersebut memang tidak salah karena di negeri ini beberapa peristiwa bersejarah berawal dari gerakan mahasiswa di Indonesia. Sebut saja peristiwa seperti kelahiran Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Peristiwa Malari, dan Reformasi 1998 tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan mahasiswa.

Saking besarnya pengaruh gerakan mahasiswa terhadap jalannya pemerintahan, pemerintah orde baru melalui Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) mencoba untuk mematikan daya kritis mahasiswa. Kebijakan NKK/BKK berlaku resmi setelah Mendikbud Daoed Joesoef mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus yang menyebabkan aktivitas politik tidak boleh dilakukan di dalam kampus. Puncaknya ialah pada reformasi 1998 ketika jutaan mahasiswa tumpah ke jalanan ibu kota dan menduduki gedung MPR yang “berhasil” membuat rezim orde baru yang sudah berkuasa selama 32 tahun akhirnya tumbang.

Kini setelah 21 tahun reformasi, gerakan mahasiswa seolah seperti sedang tertidur. Dibukanya keran demokrasi dan kebebasan berpendapat tidak lantas membuat mahasiswa saat ini “seganas” para penerusnya. Bahkan banyak sindiran yang ditujukan kepada mahasiswa saat ini. Ungkapan seperti “mahasiswa sekarang beda dengan yang dulu”, “mahasiswa sekarang sudah tidak peduli rakyat”, “mahasiswa sekarang sibuk kuliah”, bahkan yang terbaru yakni “mahasiswa sekarang sibuk main PUBG” sering kali terdengar oleh mahasiswa baik dilontarkan oleh sesama mahasiswa, dosen, atau masyarakat.

Ungkapan-ungkapan tersebut pun tidak ada salahnya. Gerakan mahasiswa saat ini seolah sedang “tertidur”. Namun kesalahan tidak bisa dilimpahkan sepenuhnya kepada mahasiswa. Faktor-faktor internal maupun eksternal harus ditelaah lebih dalam sebab terkait fenomena “tidurnya mahasiswa” tidak jarang malah menghakimi mahasiswa dan menyalahkan mahasiswa terkait kondisi negara yang tidak stabil saat ini.

Dari segi faktor internal, tak jarang bahkan hampir semua mahasiswa berkeinginan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik setelah lulus. Jarang ditemui orang yang ketika berada dibangku SMA atau sederajat memiliki keinginan untuk ikut terlibat dalam gerakan mahasiswa. Hampir sebagian besar mereka melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik, terutama dari segi intelektual dan finansial. Bahkan bagi sebagian mahasiswa yang sudah terjun ke dalam gerakan mahasiswa, ketika berada di tingkat/semester akhir mereka harus realistis untuk memikirkan kehidupan selanjutnya.

Sebagai seorang anak, mahasiswa juga memiliki kenginan untuk membanggakan orang tuanya, baik yang masih ada maupun yang sudah tidak ada. Caranya dengan berprestasi, baik dari segi akademik maupun nonakademik yakni dengan cara memenangkan perlombaan, mendapatkan IPK yang dianggap bagus orang tua, atau menjadi fungsionaris organisasi kemahasiswaan. Hal tersebut membuat mahasiswa mengesampingkan keterlibatannya dalam gerakan mahasiswa.

Faktor internal terakhir yang dirasa paling berpengaruh terhadap tertidurnya gerakan mahasiswa yakni mahasiswa merasa bahwa kehidupan saat ini jauh lebih baik dibandingkan zaman dahulu, khususnya sebelum reformasi. Mahasiswa saat ini bisa hidup lebih bebas, baik berkumpul, berpendapat, bahkan menggunakan sosial media tanpa tekanan yang didapat mahasiswa pada zaman dulu. Mau tidak mau hal tersebut menimbulkan dampak negatif yakni membuat mahasiswa semakin “terlena” dengan kebebasan yang ada saat ini.

Selain faktor internal atau dari dalam mahasiswa itu sendiri, terdapat pula faktor eksternal atau di luar mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang sedang tertidur saat ini tidak bisa dilepaskan dari para aktivis pendahulu yang saat ini banyak yang sudah tak seidealis dahulu, bahkan kehilangan idealismenya. Para aktivis yang dulu merupakan mahasiswa yang berjuang bersama rakyat kini bertransformasi menjadi segelintir elit yang sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Tak jarang hal tersebut membuat banyak mahasiswa yang nyir-nyir terhadap sesama mahasiswa yang terlibat ke dalam gerakan mahasiswa. Ungkapan seperti “proletar sampai kaya” atau “mahasiswa proletar, sudah lulus borjuis” kerap kali di-nyirnyir-kan kepada mahasiswa yang terlibat gerakan mahasiswa.

Kondisi tersebut didukung oleh sistem pendidikan tinggi saat ini yang menuntut mahasiswa agar bisa lulus cepat. Alasannya klasik, yakni meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Ditambah dengan sistem akreditas yang membuat kampus berlomba-lomba mendorong mahasiswa-mahasiswanya yang sudah terlalu lama menghuni kampus. Kampus tidak lagi berupaya untuk mengaplikasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, namun kampus asyik berlomba memperoleh akreditas yang baik, sekadar memenuhi hasrat menjadi kampus unggulan. Singkatnya masa studi yang saat ini kurang lebih 4 tahun membuat kurikulum tiap semesternya padat. Akibatnya mahasiswa tidak memiliki waktu yang banyak di luar menjalankan kewajiban akademiknya. Belum lagi tugas dan praktikum yang juga cukup menyita waktu. Sehingga mahasiswa tidak memiliki waktu untuk terlibat gerakan mahasiswa kecuali mereka yang mau mengorbankan “waktu lulus dan prestasi akademik”. Rasanya tidak banyak mahasiswa yang siap akan hal tersebut.

Berbicara mengenai kuliah, rasanya tidak bisa dilepaskan dari biaya pendidikan. Biaya kuliah yang tidak sedikit memotivasi mahasiswa untuk segera lulus dengan harapan tidak ingin membebankan orang tua. Tidak ada salahnya memang. Meskipun di beberapa perguruan tinggi, khususnya di Perguruan Tinggi Negeri menerapkan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan kategori berdasarkan kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa, namun dibutuhkan juga biaya lain untuk mendukung perkuliahan, sepert biaya sewa kost, makan, operasional, belum lagi generasi milenial saat ini yang tidak bisa dilepaskan dari yang namanya gadget, membuat kebutuhan akan quota internet harus selalu terpenuhi. Belum lagi bagi mahasiswa yang aktif di kampus tak jarang harus merogoh kocek lebih dalam yang merupakan resiko pribadi atas terlibatnya di kegiatan kampus.

Telah disebutkan di atas bahwa setiap mahasiswa tentu ingin membanggakan orang tuanya. Bagi mereka yang terlibat ke dalam gerakan mahasiswa, meskipun jika melihat dari sejarah bahwa gerakan mahasiswa berdampak besar terhadap bangsa, namun rasanya jarang sekali orang tua, saudara, atau tetangga yang bangga terhadap mahasiswa yang aktif di gerakan mahasiswa. Terlebih jika gerakan tersebut cenderung mengorbankan waktu kelulusan dan prestasi akademik. Kebanyakan malah nyir-nyiran, hujatan, dan omongan tak sedap yang didapatkan. Meskipun sudah mengorbankan waktu kelulusan dan prestasi akademik, mereka juga mendapat stigma negatif sebagai mahasiswa yang tidak serius untuk kuliah.

Kondisi zaman dulu dengan sekarang pun berbeda. Zaman dulu mahasiswa dipersatukan oleh musuh bersama yakni ketidakadilan. Namun kini, musuh bersama tersebut seolah tidak terlihat atau bahkan tidak ada. Belum lagi dunia kampus yang diwarnai oleh politik organisasi ekstra kampus yang membuat mahasiswa terkotak-kotak berdasarkan ideologi dan organisasinya. Hal tersebut mahasiswa lebih fokus untuk memperoleh kedudukan strategis di organisasi intra kampus, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa, dan lain sebagainya. Mahasiswa mengganggap kelompok mahasiswa lain sebagai saingan di kampus, bukan sebagai mitra melawan ketidakadilan.

Di tengah carut-marut kondisi bangsa dan keraguan terhadap mahasiswa, kini gerakan mahasiswa perlahan mulai bangun. Gerakan mahasiswa yang tertidur sejak bergulirnya reformasu 1998, kini menampakkan tanda-tanda bahwa akan kembali bangkit. Pelemahan terhadap KPK melalui RUU KPK dan RKUHP yang memuat banyak sekali pasal yang dianggap kontroversial membuat mahasiswa turun ke jalan baik di ibu kota maupun di daerah lainnya. Musuh bersama tersebut akhirnya muncul ke permukaan yang tidak lain dan tidak bukan adalah pemerintah dan DPR.

Hal tersebut menjadi jawaban terkait tertidurnya gerakan mahasiswa. Tidak dibenarkan bahwa mahasiswa saat ini tidak peduli dengan rakyat, berbeda dengan mahasiswa dulu atau terlalu sibuk main PUBG. Karena pada akhirnya mahasiswa akan turun ke jalan jika kondisi bangsa sedang darurat dan jika mahasiswa sudah turun ke jalan, maka kondisi bangsa sedang darurat. Semoga kondisi bangsa yang darurat tersebut tidak berlangsung lama dan semoga kejadian seperti di tahun 1998 tidak terjadi kembali.

Jadi pada intinya, kapan mahasiswa bangun? Mahasiswa akan bangun jika kondisi bangsa sedang darurat dan mahasiswa memiliki musuh bersama.

Senin, 11 Februari 2019

Tabayyun sebagai Langkah Tepat Mengatasi Hoax dalam Musim Pemilu

sumber: https://kominfo.go.id

Menjelang pemilihan umum (pemilu), tentunya berbagai cara dan strategi dilakukan oleh tim sukses maupun simpatisan peserta pemilu.  Namun sangat disayangkan, terkadang cara dan strategi yang dilakukan bukanlah suatu hal yang baik, terlebih untuk dijadikan proses pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dalam berdemokrasi. Tindakan-tindakan seperti ujaran kebencian, menyerang pribadi lawan politik, dan menyebarkan berita bohong (hoax) merupakan beberapa contoh tindakan tidak terpuji yang dilakukan peserta pemilu maupun simpatisan mereka.
Seiring perkembangan zaman, teknologi pun kian berkembang. Perkembangan tersebut juga berpengaruh pada bidang politik. Dalam bidang politik, adanya perkembangan teknologi menuntut transformasi cara berkampanye para peserta pemilu. Kampanye yang awalnya dilakukan secara konvensional, yakni dengan mendatangi masyarakat secara langsung, memasang spanduk, baliho, dan poster, saat ini harus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan media sosial dan portal surat kabar daring (online).
Pemanfaatan media sosial dan portal surat kabar daring dalam berkampanye tentunya memiliki beberapa keunggulan yang tidak diperoleh dengan berkampanye secara konvensional. Peserta pemilu bisa menghemat biaya  sebab teknologi membuat pemilu lebih murah, misalnya peserta pemilu bisa menghemat biaya operasional untuk mendatangi masyarakat ataupun memasang alat peraga kampanye. Selain itu, dari segi waktu dan tenaga bisa lebih hemat sebab penggunaan teknologi bisa dilakukan kapanpun dan di manapun.
Terlepas dari keunggulan yang ada dari pemanfaat teknologi dalam berkampanye, terdapat pula kekurangannya. Adanya media sosial terkadang membuat pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab menyebarkan berita bohong (hoax) untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya maupun kelompoknya. Kata hoax sendiri berasal dari filsuf Inggris Robert Nares, seperti dikutip dari brilio.net dari WikiWand, secara etimologi, hoax berasal dari kata hocus yang berarti menipu[1]. Penyebaran berita hoax dalam kampanye dilakukan dikarenakan penyebaran berita hoax dapat dilakukan dengan mudah dan efektif dalam mempengaruhi masyarakat.
Mudahnya tersebar berita hoax juga disebabkan rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia sehingga masyarakat akan mudah percaya terhadap judul berita hoax yang pada umumnya cukup menarik perhatian. Dikutip dari pikiran-rakyat.com, berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).[2] Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia membuat berita hoax diterima begitu saja, sebab masyakarat enggan untuk memverifikasi kebenaran berita tersebut. Terlebih jika berita tersebut disukai oleh mereka dikarenakan berita tersebut menguntungkan calon atau peserta pemilu yang mereka dukung, maka kemungkinan besar berita tersebut akan langsung disebar.
Jika penyebaran berita hoax tidak segera dibendung, dikhawatirkan hal tersebut dapat membuat perpecahan di kalangan masyarakat. Salah satu cara untuk membendung berita hoax adalah dengan melakukan tabayyun. Dikutip dari wajibbaca.com, pengertian tabayyun terbagi menjadi dua, yakni secara bahasa dan istilah. Secara bahasa tabayyun berarti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaan sesungguhnya. Sedangkan secara istilah tabayyun berarti meneliti dan menyeleksi suatu berita, tidak secara tergesa-gesa dalam memutuskan suatu permasalahan baik dalam perkara hukum, kebijakan dan sebaginya hingga sampai jelas benar permasalahnnya, sehingga tidak ada pihak yang merasa terdzolimi atau tersakiti.[3]
Tabayyun sendiri memang merupakan istilah dari Bahasa Arab. Namun dilihat dari maknanya, istilah tersebut bisa diterapkan dalam konteks saat ini, terutama dalam membendung berita-berita bohong (hoax). Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dengan cara tabayyun dalam rangka membendung berita hoax.
Pertama, jangan mudah percaya terhadap judul yang menarik. Terkadang berita-berita hoax selalu disertai judul-judul yang menarik, bahkan tak jarang provokatif. Hal ini dilakukan agar pembaca memiliki rasa ingin tahu terhadap isi berita tersebut. Bahkan tak jarang pembaca berita hanya melihat judul saja, lalu menyebarkan berita hoax tersebut tanpa membaca sampai tuntas berita tersebut. Dalam hal ini disarankan
Kedua, selalu cek sumber berita. Tidak jarang suatu berita hoax berasal dari sumber yang tidak kredibel. Berita-berita hoax yang beredar umumnya jarang disertai sumber-sumber asal berita tersebut. Kalaupun ada sumber yang tertera, sering kali disebut berasal dari seorang tokoh, pakar, atau ahli dalam hal tertentu yang mana bila dicari pada mesin pencarian google tidak pernah tokoh, pakar, atau ahli tersebut mengatakan hal yang diberitakan pada berita hoax yang beredar. Dengan kata lain, si pembuat berita mencatut nama tokoh, pakar, atau ahli dengan harapan masyarakat langsung mempercayai berita tersebut. Jika sumber berita berasal dari suatu instansi atau situs website, disarankan untuk jangan mudah percaya. Buka langsung situs resmi instansi terkait atau website yang disebutkan karena hal tersebut dilakukan agar masyarakat langsung percaya ketika disebutkan suatu instansi atau website sebagai sumber berita.
Ketiga, selalu cek keaslian foto. Berita-berita hoax memang sering kali muncul dengan memberikan foto disertai beberapa kalimat atau paragraf yang menerangkan foto tersebut. Namun seringkali pula keterangan pada foto-foto tersebut tidak sesuai dengan kenyataannya. Bahkan tak jarang terdapat foto yang dimanipulasi dengan tujuan mengarahkan opini masyarakat untuk kepentingan tertentu. Untuk itu, ada langkah jitu untuk mengatasinya yakni dengan menyeret foto tersebut kepada mesin pencari google. Maka dengan otomatis akan langsung dapat diketahui keterangan asli mengenai foto tersebut, disertai juga sumber asal foto tersebut.
Keempat, selalu skeptis terhadap segala macam informasi belum tentu benar. Dalam mengatasi hoax terutama dengan tabayyun, sifat skeptis diperlukan agar tidak mudah terpengaruh oleh berita-berita hoax. Skeptis sendiri berarti tidak percaya terhadap suatu sesuatu yang belum pasti kebenarannya. Langkah yang dilakukan adalah dengan mengecek berita yang diduga hoax kepada beberapa sumber, bisa dari media televisi, internet, atau mengkonfirmasi secara langsung berita yang diperoleh tersebut.
Kelima, mengikuti media sosial yang mengungkapkan berita-berita hoax. Langkah ini dilakukan agar mempunyai referensi mengenai berita apa saja yang beredar di masyarakat namun terbukti bohong. Ada berbagai platform media sosial yang menyediakan akun-akun anti-hoax seperti instagram atau twitter. Sering kali akun-akun tersebut juga menyertakan berita yang sebenarnya terjadi atau mengklarifikasi foto-foto yang ada pada berita hoax.
Itulah beberapa langkah tabayyun yang dapat dilakukan dalam rangka mengatasi hoax. Saat ini berita hoax memang mudah tersebar, terlebih pada musim-musim politik seperti tahun 2019 ini banyak pihak yang memanfaatkan berita hoax untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya. Namun dengan cara yang jitu, berita hoax bisa diatasi dengan baik. 



[1] https://www.brilio.net/life/ini-asal-usul-kata-hoax-dan-bagaimana-bisa-dikenal-banyak-orang-150520l.html# diakses pada 10 Februari 2019 pukul 14.08 WIB.
[2] https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2017/03/17/soal-minat-baca-indonesia-peringkat-60-dari-61-negara-396477 diakses pada 10 Februari 2019 pukul 14.10 WIB.
[3] http://www.wajibbaca.com/2018/05/tabayyun-adalah.html diakses pada 10 Februari 2019 pukul 18.09 WIB.

Senin, 26 Maret 2018

Manajemen Proyek: Pengadaan Air Bersih Desa Cikelet

Postingan ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Manajemen Proyek di program studi saya. Karena ada salah satu teman yang meminta, tak ada salahnya saya bagikan saja~





BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat.

Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat.

Sekitar 60% warga di Jawa Barat masih kesulitan untuk mengakses air bersih. Hal ini diakibatkan privatisasi air yang semakin marak di Jawa Barat. Secara kualitas air di Jabar menurun begitu pun secara kuantitas. Maka tidak heran jika akses untuk mendapatkan air dan air bersih dinilai sulit.
Meski pemerintah telah membatalkan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan kembali diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan oleh Mahkamah Konstitusi RI.  Akan tetapi pengawasan terhadap privatisasi sumber daya air dinilai masih lemah. Walau bagaimana pun, pemerintah seharusnya bisa menegakan dan memenuhi akses Sumber Daya Air (SDA) yang bisa dinikmati oleh masyarakat.

Salah satu daerah di Jawa Barat yang masih kesulitan untuk mengakses air bersih adalah Kecamatan Cikelet yang berada di daerah Garut Selatan. Dimana sumber mata air yang berada di Kecamatan Cikelet saat ini hanya mengeluarkan air sedikit sehingga membuat masyarakat sangat kekurangan air bersih.

Dikarenakan permasalahan kekurangan air bersih yang berada di Kecamatan Cikelet tersebut maka disini kami akan mengajukan proyek “Pengadaaan Air Bersih” di kecamatan Cikelet, Garut Selatan.

Rumusan Masalah
·         Bagaimana cara melakukan pengadaan air bersih di Kecamatan Cikelet?
·         Mengapa harus dilakukan pengadaan air bersih di Kecamatan Cikelet?
·         Apa dampak kekurangan air bersih bagi kesehatan masyarakat di Kecamatan Cikelet?

Tujuan
Untuk meningkatkan sumber air bersih di Kecamatan Cikelet
Untuk mengurangi dampak penyakit yang disebabkan karena kurangnya air bersih

Target Luaran
·         Terlaksananya pengadaan air bersih di Kecamatan Cikelet
Pengadaan air bersih ini akan tercipta dengan pembuatan sumur di setiap desa yang berada di Kecamatan Cikelet.


Minggu, 25 Maret 2018

Resume Buku: Transisi Menuju Demokrasi (oleh Afan Gaffar)

Resume Buku: Transisi Menuju Demokrasi (oleh Afan Gaffar)
Sumber: bukalapak.com



BAB 1
Aspek-Aspek Internasional Demokratisasi
Laurence Whitehead

Seberapa pentingkah faktor-faktor internasional mempengaruhi usaha-usaha redemokratisasi? Motivasi-motivasi apa saja yang mendorong sejumlah pemerintahan negara besar menyatakan “promosi demokrasi” sebagai suatu tujuan penting dari kebijakan luar negeri mereka, dan realistiskah tuntutan-tuntutan itu? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu merupakan sebagian dari pertanyaan yang berkenaan dengan aspek internasional transisi dari otorianisme. Tidak ada jawaban universal dan abadi untuk pertanyaan seperti itu. Transisi yang dikaji pada proyek Wilson Center pada umumnya terjadi setelah 1945 dalam situasi damai, kecuali transisi yang terjadi di Italia. Sejarah meningkatkan demokrasi di luar negeri oleh Amerika Serikat, yang paling berkesan terjadi pada akhir kemenangan pemerangan yaitu 1898, 1918, dan 1945.

Kasus-kasus yang dipilih untuk kajian proyek Wilson Center tentang Transisi Pemerintah Otoriter mengandung kesamaan karakteristik yang beragam. Kasus-kasus itu memiliki orientasi yang cenderung berhaluan kanan, dan hampir semuanya merupakan negara-negara yang memiliki tradisi politis yang mengandung unsur liberalisme dan konstitusionalisme.

Dalam diskursus resmi di Washington, London, Paris, dan Brussels, peningkatan demokrasi merupakan tema yang sedang diangkat. Di waktu yang lebih baru, retorika demokrasi telah sering dipakai sebagai kedok untuk mendukung praktik-praktik yang kurang menyenangkan. Tidak mengherankan bahwa pernyataan-pernyataan resmi yang mendukung demokrasi di tingkat abstrak berkorelasi sangat lemah dengan perilaku empiris yang mempengaruhi kepentingan-kepentingan spesifik dan hubungan internasional.

Minggu, 28 Januari 2018

Berwisata ke Suku Baduy, Belajar Tradisi, Budaya, dan Kehidupan

Berkunjung ke suku Baduy sudah menjadi wacana saya dan teman-teman sejak tahun lalu. Berawal dari ajakan teman yang tinggal di Rangkasbitung untuk sekedar mengisi waktu liburan. Namun dikarenakan hal tersebut hanya sekedar wacana, maka berwisata ke suku Baduy baru terlaksana pada liburan semester kali ini. Menuju ke Baduy saya berangkat bersama , total kami ada 6 orang 5 orang teman saya, total kami ada 6 orang.

Suku Baduy sendiri berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Untuk menuju ke sana saya bersama empat orang teman berangkat dari Cileunyi. Sedangkan 1 orang lagi merupakan orang Rangkasbitung. Dari Cileunyi kami menggunakan Bis Primajasa menuju Lebak Bulus dengan tarif Rp. 40.000,-. Kami sampai di Cileunyi pada Minggu, 21 Jannuari 2018 pukul 23.00. Untuk mendapatkan bis tersebut kami harus menunggu kurang lebih sekitar 20 menit. Ketika bis tiba, kami cukup gelisah dikarenakan bis sudah cukup penuh dilihat dari adanya penumpang yang berdiri ditambah dengan banyaknya calon penumpang di Cileunyi yang hendak naik bis tersebut. Namun apa daya, melihat waktu sudah menunjukkan pukul 23.20 kami mau tidak mau menaiki bis tersebut. Di dalam bis, kami bersyukur bisa duduk, walaupun ala kadarnya di paling depan dekat pintu keluar dan tempat duduk supir. Walaupun sudah memasuki tol, bis masih menarik penumpang yaitu para supporter yang habis menonton pertandingan sepak bola. Sehingga kondisi bis semakin sesak oleh penumpang. Di perjalanan pun kami tidak bisa beristirahat dengan tenang dikarenakan banyaknya penumpang yang turun di tengah jalan tol. Setelah memasuki daerah Purwakarta, kami bisa istirahat dengan cukup tenang dikarenakan sudah tidak ada penumpang yang turun di jalan tol. Perjalanan menuju Lebak Bulus ditempuh kurang lebih 3 setengah jam. Kami berhasil mendapatkan tempat duduk ketika sudah mulai memasuki Jakarta. Walaupun demikian, kami bisa tidur sedikit nyenyak di tempat duduk penumpang.

Jumat, 22 September 2017

Berbagi Pengalaman Kena Tilang

Berbagi Pengalaman Kena Tilang
Source: www.polri.go.id


Hari itu, Sabtu 9 September 2017 saya mendapatkan kejadian yang tidak diharapkan. Motor saya diberhentikan oleh petugas di Jalan A. H. Nasution Bandung, kira-kira setelah pertigaan Pasir Impun sebelum Cicaheum. 

Kejadian terjadi sekitar pukul 5 sore. Jalanan yang macet membuat saya memacu kendaraan cukup pelan, kurang lebih 20km/jam. Di tempat kejadian, seorang petugas sudah berada di tengah jalan sambil mengisyaratkan saya untuk menghentikan kendaraan dan membawanya ke pinggir. Saya pun sadar kalau saya lupa menyalakan lampu besar. Di situ saya pasrah saja karena memang kesalahan saya. 

Selasa, 04 Juli 2017

Sisi Lain Unpad dan Jatinangor

kampusaja.com

Banyak yang bilang, kampus ini merupakan kampus terfavorit se-Indonesia. Tiap tahun selalu terdepan dalam hal jumlah peminat. Pun dengan tahun ini (2017) yang juga menempati posisi pertama (lagi) dalam hal jumlah peminat pada Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Entah memang mereka beranggapan kampusku ini berkualitas atau memang karena sadar akan realitas sulitnya menembus Si Jaket Kuning dan Si Jaket Abu. 

Tulisan ini saya buat sebagai curahan hati, dari seorang manusia biasa yang "masih" berstatus sebagai Mahasiswa di kampus berlambang kujang yang terletak di Jatinangor. Melihat dan merasakan berbagai macam keresahan yang dialami selama kurang lebih 2 tahun kuliah. Tak bisa disalahkan jika sebagian nantinya berpikir bahwa saya hanya menjelek-jelekkan almamater sendiri. Lebih dari itu, ada maksud mulia dibalik tulisan ini. Saya tidak ingin ada calon adik-adik yang nanti ketika kuliah menyesal telah memilih kampus terfavorit ini. Sebuah harapan, semoga tulisan ini bisa memberi sedikit pencerahan bagi sekalian alam. 

Selamat bernalar wahai makhluk berakal.